Laman

Kamis, 17 November 2011

The Phantom Hunter

The Phantom Hunter

Story by: Fritz Awesome Devil
Edited by: blue_d3mon25 a.k.a Anita Kazahana
Rate: T
Genre: Adventure, Family, Romance(?)
Warning: Sedikit bumbu YAOI a.k.a Shounen-ai~~ XD, misstypo(s), kata-kata yang tidak pantas ditiru anak-anak *emang ada anak-anak yang mau baca?*
DON’T LIKE? DON’T READ!
***
Pemuda itu menggeram kesal, iris kelamnya sedari tadi dia putar untuk mencari “partner” yang tadi sedang bersamanya.
‘Shit!! Kemana bocah sialan itu?’ Suara hatinya menjerit pilu, seolah takut berada di ruangan terkutuk ini sendirian.
“Mencariku? Bocah....”
Suara mendesis yang terdengar menjijikkan di telinga pemuda tersebut, dengan perlahan ditolengkan kepala mungilnya ke arah sumber suara. Tampak sesosok tubuh tinggi seorang pria dewasa di belakangnya. Pria itu menyeringai lebar saat menatap ekspresi keterkejutan yang terpancar dari pemuda di hadapannya.
“Kau?” desis pemuda tadi semakin geram. Sungguh. Dia benar-benar terkejut saat ini. “Buruan” yang sedari tadi dicarinya ternyata sudah berdiri tepat dihadapannya. Menyeringai, pemuda itu mempersiapkan “Katana” yang terselip di pinggangnya.
“Merindukanku? Bocah?” tanya pria itu lagi, seringaiannya semakin lebar ketika sebuah Katana telah teracung tepat di depan hidungnya.
“Ya. Aku merindukanmu, merindukan kau menjerit kesakitan karena terkena Katana-ku!!” pemuda itu menjawab ketus dan tetap memamerkan deretan putih giginya.
...
...
..
.
“Yooooo~ Go Heru!! Go Heru!!! Aku mendukungmu Honey~”
TWITCH!
Urat kemarahan muncul disudut kepala Heru-pemuda tadi-, dengan sigap, iris sekelam malam miliknya mendelik kearah atas. Dimana seorang pemuda dengan mantel hitam seperti miliknya, sedang melambai-lambaikan saputangan mungil berwarna pink norak ke arahnya.
“Apa yang kau lakukan disana ‘idiot’!? Cepat turun dan bantu aku!!! Dan, Apa-apaan saputangan norak itu, huh!??”  teriak Heru  kesal ke arah pemuda bernama Zen yang tengah duduk santai di loteng.
“Lho, aku ‘kan sedang membantumu Her? Give me ‘H’, Give me ‘E’~” teriak Zen kembali dan melambaikan saputangan ditangannya.
“Turun atau kumutilasi kau!” ancam Heru dan bersiap untuk memutilasi “partner” tak bertanggung jawab macam Zen.
“Oke, oke... cerewet!” gerutu Zen dan langsung melesat turun dari atas loteng.
TAPP!!!
Hanya dalam hitungan seper-sekian detik, tubuh yang lebih kecil dari Heru tersebut, sudah berdiri tepat di hadapannya.
“Kau itu, mengganggu latihanku saja!!” gerutu Zen kesal, ia menunjuk-nunjuk wajah Heru.
BLETAKKK!!
“Arrrrgghhhhhhh~ kepala indahku! Otak pintarku!!! Kau-! Apa yang kau lakukan!??” teriak Zen kesakitan dan mengelus kepalanya, yang baru saja “dicium” oleh pantofel hitam nan mahal milik Heru.
“Berhenti bersikap konyol!! Dan lakukan ‘tugasmu’!!” perintah Heru dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.
...
...
“Hanya begini saja? Yang jadi Geum Jan Die-nya siapa?” interupsi seseorang mengejutkan mereka. Sial! Heru yang terkenal jenius ini bahkan lupa jika sedari tadi “mangsanya” masih ada didekatnya.
“Kau pikir ‘Boys Before Flower’ apa!?” tanya Zen geram dan masih tetap mengelus kepalanya. Sedang Heru, hanya menatap geram pria tua di depannya.
“Kalau begitu apa?” tanya pria itu lagi sembari menggedikkan bahunya heran.
Meteor Garden!!” jawab Zen asal. Jujur, ia masih kesal dengan Heru.
BLETAAKK!! PTAAAKK!!!
“Aaaaaaaaaaaaaaaarghhhh!!!”
Lagi. Heru kembali menjitak dua orang di depannya dengan kesal. Kali ini kesabarannya sudah habis untuk mendengar celotehan konyol “partner” dan “mangsanya”.
“Kau pikir kepala indahku ini apa? Kalau aku jadi bodoh bagaimana?? Kau mau tanggung jawab!?” tanya Zen berapi-api dan memberikan pandangan membunuh ke arah Heru.
“Dari dulu kau ‘kan memang bodoh! Dan kalau itu maumu setelah ini akan kubawa kau ke KUA!!!” jawab Heru kesal. Tanpa menyadari bahwa kata-katanya tadi sukses membuat wajah pemuda di depannya seperti kepiting rebus.
“Ma-maksudku ‘kan bukan tanggung jawab yang seperti ‘itu’, aku NORMAL tahu!! Mau kukemanakan Shireen Sungkar-ku?” gerutu Zen lagi, dan entah kenapa wajahnya kembali memerah ketika menyebut nama salah seorang artis wanita Indonesia terkenal. Dan Heru tahu, siapa Shireen Sungkar yang dimaksud pemuda di depannya.
Well, kita akhiri dramanya sampai di sini anak-anak....” Sebuah interupsi lagi dari pria-tua-menjijikkan bagi Heru.
“Hentikan omong kosongmu itu tua bangka!!!” teriak Heru geram dan kembali mengacungkan Katana-nya ke arah pria tadi. Sedang pria tersebut kembali menyeringai licik.
“Yakin mau membunuhku? Nak...” bisik pria tersebut yang tanpa Heru sadari sudah berdiri di sampingnya dan mengacungkan sebilah pisau di leher Heru.
“Jangan!!!” pekik Zen kaget dan berlari ke arah Heru. Namun naas, tubuh mungilnya ditendang dengan keras hingga pemuda tersebut jatuh tersungkur dan menghantam tembok. Heru terbelalak menatap tubuh sahabatnya itu tergolek lemah di sudut dinding.
“Apa yang kau lakukan??? Jangan sakiti siapa pun lagi!!” teriak Heru dan menatap hampa pria tua di depannya. Pria tersebut hanya tersenyum pedih.
“Dulu Ibu, Kakak!! Dan sekarang temanku. Sebenarnya apa maumu??” tanya Heru kesal. Merasa muak dengan semua kehidupannya. Lagi-lagi dia teringat masa lalunya. Pesta ulang tahunnya yang ke 12. Penyerangan mendadak oleh para “Phantom”. Pembunuhan massal klan Antonio. Dan.... peristiwa ayahnya yang telah bertransformasi menjadi “Phantom”. Bahkan si Kecil Heru pun tak bisa mempercayai, bahwa Ayahnya telah terinfeksi virus “Phantominia”, sebuah virus mematikan dimana penderitanya akan berubah menjadi “Phantom”-monster ganas pemakan manusia-setelah 3 menit usai terjangkit virus tersebut.
“Kau menyesal, Nak?” tanya pria itu lagi tanpa menatap satu-satunya anggota klan Antonio.
“Jangan memanggilku seolah aku ini anakmu!! Kau bukan ayahku lagi!! Kau-lah yang membunuh Ibu dan Kakak!! Kau yang menghabisi klan Keluargaku. Kau Monster!! Monster!!!” pekik Heru kencang dan mengayunkan Katana-nya secara membabi buta. Tanpa takut jika sosok “Ayah” di depannya bisa saja terluka. Pria tersebut tersenyum miris. Menyesali masa lalunya yang kelam. Ini semua memang salahnya. Penyerangan itu, pembunuhan itu. Dia-lah yang merencanakan semua ini.
“Asal kau tahu, Nak. Kaum ‘Kami’ hanya butuh kedamaian,” ucap pria tersebut lirih dan tetap menghindari serangan-serangan yang dilontarkan Heru.
Che! Kedamaian katamu!!?? Apa artinya ‘kedamaian’ jika 64% manusia di Bumi kau musnahkan?” tanya Heru sembari tertawa nyaring.
“Kau tak paham, Nak. Dan tak akan pernah paham...”
“Kalau begitu buat aku paham, Pak Tua!!!”
“Tidak sekarang. Kau masih 16 tahun. Kau akan mengerti suatu saat nanti...”
“Persetan!!!” Heru memekik kencang, mengayunkan Katana-nya tepat ke tubuh pria tua tersebut, membuat tubuh tua “Ayahnya” terbelah menjadi dua dan perlahan berubah menjadi pasir.
Dia membunuhnya. Dia membunuh “Ayahnya” sendiri. Tapi entah kenapa, air mata tak juga menetes dari iris hitamnya. Dia justru merasa bahagia. Bahagia karena berhasil membunuh “mangsa” yang sudah 4 tahun ini diburunya.
“Ugh….”
Terdengar suara rintihan seseorang. Heru sadar, bahwa masih ada “partner” yang tadi pingsan dengan kondisi mengenaskan di sudut tembok. Berjalan pelan, Heru pun menuju ke tempat dimana Zen terbujur lemah.
“A-aku dimana? Apa aku sudah sampai ke Surga?” ceracau Zen dan memandang ke sekelilingnya. Matanya terbelalak lebar ketika mendapati Heru sedang… tersenyum? Bukan, menyeringai ke arahnya.
‘Astaga!! Rupanya aku harus mampir dulu ke Neraka!! Bahkan di depanku sudah berdiri....’
“Jangan pikir kalau aku ini malaikat maut, idiot! Cepat bangun dan kembali ke markas!” perintah Heru dan menodongkan Katana-nya. Membuat Zen bergidik ngeri.
‘Ternyata Heru... jauh lebih mengerikan dari malaikat maut!!’ batin Zen dan perlahan bangkit mengikuti Heru yang sudah berbalik, hendak berjalan keluar.
***
Tampak di luar gedung tersebut, sudah berdiri sesosok gadis sedang memainkan permen lolipop di mulutnya, membuat Zen hampir muntah.
“Bagaimana?” tanya gadis tersebut dan memandang ke arah Heru dan Zen secara bergantian.
“Sukses,” jawab Heru datar seolah tak peduli.
“Kau tampak lelah. Lebih baik istirahat dulu. Dan kau-“ panggil gadis tersebut ke arah Zen, “-belikan aku lolipop di toko sebelah!!” pinta-perintah-gadis itu kasar.
“Aku?” tanya Zen dan menunjuk wajahnya sendiri.
“Iya. Memang siapa lagi? Monyet?” tanya gadis itu lagi dan menyengir lebar.
“Aku bukan monyet tahu!!!” teriak Zen dan memandang kesal gadis di depannya. Sedang Heru hanya menghela nafas pelan. Iris kelamnya memandang dingin Lamborghini Murcielargo di dekatnya. Dan bisa dia lihat, sesosok gadis lain di dalam mobil, masih sibuk berkutat dengan laptop-nya.
‘Hm... mencari ‘mangsa’ baru, eh?’
“Iya, serangan ‘Phantom’ akhir-akhir ini sedang brutal sih,” jawab gadis “lolipop” disebelahnya seolah tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“Hn. Dan jangan gunakan ‘ability’-mu untuk membaca pikiran orang lain tanpa izin, Mademoiselle,” ucap Heru datar dan berjalan ke arah mobil. Meninggalkan gadis tadi yang masih menunggu kedatangan “Pembantunya”.
“Boleh masuk?” tanya Heru sembari membuka pintu Murcielargo dan melongokkan kepalanya lewat jendela mobil yang sedikit terbuka.
“Oh, silahkan,” jawab seorang gadis berkacamata itu tanpa memandang Heru. Pemuda itu kemudian masuk dan duduk di sebelah gadis yang masih sibuk dengan laptop-nya.
“Bagaimana?” tanya gadis itu kemudian, meski iris matanya masih menatap layar laptop, tapi Heru tahu bahwa gadis itu tidak konsen dengan apa yang di hadapannya.
“Buruk,” jawab Heru datar.
“Maaf...”
“Untuk apa?”
“Maaf karena aku sudah menyuruhmu membunuh A-“
“Dia bukan Ayahku!!!!!!” pekik Heru kemudian dan menatap tajam gadis di sebelahnya.
Well, terserah kau mau menganggap-‘nya’ apa. Tapi kau tahu sendiri ‘kan, sudah jadi tugas ‘Phantom Hunter’ untuk membunuh ‘mangsa’-nya,” ucap gadis itu dan kembali fokus dengan layar laptop-nya.
“...” Heru terdiam, perlahan dia memijat pelipisnya dengan ibu jari dan telunjuknya.
“Ayo pulang!!” ajak gadis lolipop tadi yang tiba-tiba saja sudah duduk di kursi supir. Tak lama kemudian muncul Zen dengan membawa sekantung penuh permen.
“Banyak sekali,” ucap gadis berkacamata di belakangnya pelan.
“Persediaan untuk ‘berburu’ nanti malam,” jawab gadis itu enteng dan mulai menyalakan mobilnya.
Well, guys... terjadi kasus pembantaian ‘Phantom’ di Backing Bull Street, 20 kilometer dari sini. Lima korban ditemukan tewas dengan tubuh terkoyak. Siap untuk ‘perburuan’ nanti malam?” tanya gadis berkacamata itu dan memandang wajah ketiga teman-temannya.
“Hn...” gumam Heru tak peduli.
“Asyiiiik, berburu!” pekik gadis lolipop itu senang.
“Ck, merepotkan....” gerutu Zen.
Dan perburuan mereka selanjutnya, baru akan dimulai....
oOo END oOo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar